Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Wuku Watu Gunung - Batara Anantaboga

Wuku Watugunung ini berasal dari nama dari raja Gilingwesi yang mempunyai dua isteri dan duapuluh tujuh anak. Diawali dengan isteri yang bernama Dewi Sinta, dan disusul Dewi Landhep serta anak2nya sudah dibeberkan dalam nama-nama wuku yang jumlahnya 29. Sedangkan Prabu Watugunung sendiri ditempatkan dalam nama wuku yang ke 30, atau penutup. Karena setelah wuku Watugunung siklus waktu akan kembali ke wuku pertama atau wuku Sinta, dan seterusnya. Perlu diketahui bahwa hitungan satu wuku adalah 7 hari. Maka satu siklus waktu menurut hitungan wuku adalah 7 (hari) X 30 (jumlah wuku) = 210 hari.

Penggambaran Wuku Watugunung berdasarkan brimbon jawa adalah sebagai berikut:
Raden Watugunung (kiri) menghadap Batara Antaboga dan Nagagini.
Gambar Candhi di depan yakni senang semadi, meditasi dengan laku seperti pandhita
Pohonnya adalah pohon Wijayakusuma, bagus parasnya, tetapi tidak senang bergaul dengan orang banyak.
Burungnya adalah burung Gogik, pemalu.

Perwatakan dan sikap Wuku Watugunung adalah sebagai berikut :

Kelebihannya : teliti, hati-hati, mempunyai cita-citanya tinggi, romantis, senang mendoakan orang agar mendapat pengampunan.
Kelemahannya : pencemburu, sering gelisah, bimbang dan mudah tersinggung
Bencananya : karena penganiayaan.
Hari naas : tidak jelas.
Hari baik : tidak jelas.

Untuk mencegah agar terhindar dari celaka perlu mengupayakan slametan. Caranya adalah membuat tumpeng dang-dangan beras atau meliwet/memasak beras dengan cara di-dang (memakai kukusan). Banyaknya beras yang di-dang adalah sapitrah atau 3,5 kg. Lauknya ikan air tawar dan daging jenis burung, buah-buahan, jadah, macam-macam bubur, serta sayur 9 macam, disertai doa keselamatan.

Selain itu, selama 7 hari setelah slametan, yang bersangkutan tidak boleh pergi ke arah Timur, karena tempat bersemayamnya bencana yang digambarkan sebagai Batara Kala berada di Timur.

1 komentar untuk "Wuku Watu Gunung - Batara Anantaboga"